MENJADI MANUSIA (SECARA) UTUH
Salam dan Bahagia!
Kita akan meneruskan materi tentang menjadi manusia
(secara) utuh agar kita dapat memahami prinsip dasar untuk mencapai pendidikan.
Yaitu menjadi manusia yang sutuhnya berdasarkan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara. Manusia sebagai Makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki dua
bagian utama pada tubuhnya yaitu badan jasmani (lahir) dan badan rohani
(bathin). Atas karunia Tuhan Yang Maha Esa pula manusia memiliki akal yang
digunakan untuk berpikir, untuk merasa, dan berkarya. Bersatunya pikiran,
perasaan, dan kehendak dapat menimbulkan daya dan memunculkan Budi Pekerti yang
menandakannya sebagai manusia merdeka. Yaitu manusia yang dapat memerintah dan
menguasai (mandiri), dan itulah kodrat sebagai manusia.
Sehingga agar manusia mengetahui kebutuhan lahir dan
bathinnya sendiri. Kita sebagai pendidik dapat membenatu murid memenuhi
kebutuhan lahir dan bathin agar mencapai keseimbangan dalam menjalani
kehidupan. Kita tidak bisa membantu memenuhi kebutuhan hanya pada salah satu
bagian karena badan lahir dan batin pada manusia tidak dapat dipisahkan dan
saling mempengaruhi. Maka, pendidikan atau tuntunan seyigyanya mampu memberikan
“didikan lahir”maupun “didikan batin” kepada murid gara terpenuhi kebutuhan
kehidupan dan penghidupannya.
Menurut Ki
Hadjar Dewantara Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan
yang hidup dalam masyarakat, dan daya upaya untuk memajukan perkembangan budi
pekerti, pikiran, dan jasmani. Kebudayaan merupakan hasil budi manusia secara
lahir dan batin yang didapat dari perjuangan terhadap dua pengaruh kuat hasil
budi manusi dipengaruhi alam dan zaman. Pengembangan budi pekerti berupa:
-
Pikiran
(Olah Cipta)
-
Pengembangan
Budi Pekerti (Olah Rasa, Karakter)
-
Kemauan
(Olah Karsa)
-
Jasmani
(Olah Raga)
Merupakan bentuk pendidikan
yang holistik yang akan menuntun bagaimana murid dapat tumbuh kembang secara
baik. Sekaligus menjadikannya sebagai “manusia”yang merdeka, yaitu manusia yang
bersandar atas kekuatan lahir dan batinnya sendiri dan tidak tergantung pada
orang lain.
Dengan demikian memandang murid sebagai “manusia”secara
utuh, harus menjadi dasar kita sebagai pendidik dalam mendampingi murid dan
menentukan tujuan belajar, merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
murid (lahir dan batin), yang membantu murid-murid kita mengembangkan kekuatan
lahir dan batinnya. Sebagai pendidik, kita tidak hanya cukup membantu
memberikan pengajaran yang berorientasi pada penguatan keterampilan berpikir
(kognitif) saja. Namun juga mendampingi murid-murid untuk mengembangkan
kekuatan batinnya yaitu sosial, emosi, empati, dan lain sebagainya. Misalnya
guru mengampu pelajaran yang sifatnya pengetahuan, kemudian menilai murid dengan
menggunakan soal pilihan ganda yang cenderung hanya mengingat informasi yang
diberikan.
Padahal beragam informasi dan pengetahuan yang diberikan
dan dapat diakses dari mesin pencari dari sumber belajar lain yang ada di
sekitar murid. Dapat dibayangkan ketika seorang guru memberikan soal operasi
hitung bilangan. Jika ia hanya memberi soal-soal dan menilai hasilnya, maka
mesin hitung seperti kalkulator bisa juga memproses hal yang demikian. Kekuatan
keterampilan berpikir memang benar harus diasah dan ditingkatkan, tetapi agar
mencapai keseimbangan menjadi “”manusia”, murid juga sebaiknya dilatih dan
dikuatkan kebutuhan batinnya dalam berkendak menentukan tujuan belajarnya, mengembangkan
kerjasama, membangun empati, menghargai sesame, refleksi diri untuk
mengembangkan diri, dan berkontribusi di lingkungan sosial. Sehingga
pembelajaran yang direncakan sesuai dengan kebutuhan murid dan ditujukan untuk
memajukan perkembangan budi pekerti akan membantunya menjadi manusia-manusia
yang merdeka.
“Manusia”merdeka perlu memiliki modal keterampilan
berpikir atau bernalar yang baik. Keterampilan berpikir atau bernalar
membutuhkan proses sepanjang hayat. Proses kemampuan menalar atau berpikir
murit menurut Benjamin Bloom dan Anderson yang juga disebut level kognitif.
-
Mengingat
-
Memahami
-
Mengaplikasikan
-
Menganalisa
-
Mengevaluasi
-
Mengkreasi
Perlu
disadari bagi kita sebagai pendidik, bahwa level kognitif dari mulai menginta
sampai mencipta/mengkreasi ini dapat dicapai pada semua jenjang pendidikan. Dimana
kedalaman dan kompleksitas pembelajaran dapat disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan anak. Beberapa ahli berpendapat, proses pembelajaran kepada murid
tidak harus dimulai dari tingkat kognitif atau keterampilan berpikir yang
mengingat, tetapi dapat juga diterapkan pada pembelajaran yang terintegrasi
dengan urutan level kognitif atau keterampilan berpikir yang cocok digunakan
dalam pembelajaran. Maka, tujuan pendidikan untuk mengasah nalar murid dapat
terwujud sebagi bekal pengembangan pendidikan budi pekerti.
Mari kita
renungkan bersama. Apakah kita sudah menjadikan murid-murid kita sebagai “manusia”seutuhnya?
Apakah kita sudah membantu memberikan asupan kebutuhan lahir dan batin murid?
Dan bagaimana car akita mendampingi untuk mengasah keterampilan bernaalar murid
dengan sebaik-baiknya? Salam dan Bahagia. Ibu dan bapak guru, hebat!
Manusia
merdeka….
“perlu memiliki modal
keterampilan berpikir atau bernalar baik.
Melatih Keterampilan berpikir
atau bernalar membutuhkan proses sepanjang hayat.
Sumber:
Youtube- Microlearning Guru Belajar-Kemdikbud Channel
Comments
Post a Comment