PENDIDIKAN SELAMA SATU ABAD

 

Salam dan Bahagia, Ibu dan bapak guru!

            Kali ini kita akan mengulas materi pendidikan satu abad. Melihat perjalanan Pendidikan nasional dari sudut pandang Ki Hadjar Dewantara mengenai cita-cita sistem pendidikan nasional. Metode sistem pengajaran pada zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem pendidikan perintah dan sanksi merupakan metode pengajaran kolonial yang tanpa sadar menjadi warisan cara guru mendidik murid-muridnya bahkan mungkin sampai saat ini praktik itu masih saja berlangsung. Misalnya masih ditemukan kasuk kekerasan pada murid di sekolah. Murid mendapat hukuman atau sanksi berat ketika belum atau tidak mengerjakan perintah dari guru.

            Contoh lain adalah sistem penilaian dan penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif. Misalnya kecakapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata. Akibatnya murid berusaha kerasa melatih kecakapannya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapat nilai dan penghargaan dari sekolah. Fokus pada orientasi kognitif ini menyebabkan perkembangan kecakapan social emosional murid terabaikan. Di sisi lain jika murid belum mampu memenuhi tuntunan-tuntunan ujian sumatif yang sangat berat, tidak jarang murid-murid kita mendapat penghakiman bahwa mereka ini dianggap gagal dalam belajar.

            Sistem pendidikan di zaman Kolonial Belanda didasarkan atas diskriminasi: adanya perbedaan perlakuan terhadap anak-anak peribumi untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa Timur. Sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini, Ki hadjar Dewantara menggagas perlunya sistem pendidikan yang humanis dan transformative, yang dapat memelihara kedamaian dunia. Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan sistem among. Yaitu yang dikenal dengan slogannya.

-        Ing Ngarsa Sung Tuladha,

-        Ing Madya Mangun Karsa,

-        Tut Wuri Handayani.

Ing ngarsa sung tuladha, artinya seorang guru haruslah menjadi teladan dan memberikan contoh yang baik. Ing madya mangun karsa, artinya seorang guru haruslah membangkitkan atau memberikan semangat kepada murid-muridnya, bukan orang yang melemahkan semangat. Dan Tut Wuri handayani, artinya seorang guru haruslah memberikan dorongan/menjadikan murid mandiri. Inilah esensi dari merdeka belajar, meskipun semboyan ini diingat dengan sangat baik oleh banyak guru dengan istilah Tut Wuri Handayani, tetapi masih banyak yang belum memahami “ruh dan maknanya”. Yaitu untuk kemerdekaan murid yang menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan bathinnya. Yang kemudian menjadi bagian dari jiwa-jiwa kita sebagai pendidik. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang sesuai dengan bangs kita adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan.

Pemikiran dan gagasan beliau adalah pemikiran dan gagasan yang melampaui zamannya dimana beliau masih hidup dan masih relevan hingga masa sekarang ini. Terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktik pendidikan saat ini. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Maka kita, sebagai pendidik harus dapat mengahyati pemikiran Ki hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang humanis yang terbukti masih relevan, bahkan hingga masa kini dan akan mampu menghantarkan murid siap mengisi zamannya kelak.

Ki Hadjar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda ini, hanyalah tempat pendidikan pikiran atau rasio yang menebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja. Tanpa adanya pendidikan social emosional atau tanpa adanya olah rasa. Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berpikir. Pendidikan kultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya. Misalnya dengan menghargai proses belajar murid, merayakan setiap pencapaian belajarnya, dan mengajar sesuai dengan kompetensi juga sangat dibutuhkan oleh murid. Pendidikan kultural ini akan melengkapi mempertajam, dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid.

Sifat pendidikan yang intelektualistis, matrealistis, kolonialis, dan minimnya pengaruh kebudayaan yang kita alami pada zaman Belanda jangan sampai terulang kembali. Kita sebagai pendidik perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri, tradisi, dan kontiunitas dengan masa lampau. Model pendidikan dan pengajaran pengetahuan (kecerdasan) Barat mungkin dapat kita gunakan dengan syarat pendidikan kebudayaan dan nasional kita berikan kepada murid. Demi terwujudnya keluhuran manusi, nusa, dan bangsa, serta menjadi bagian dari kesatuan perikemanusiaan.

Untuk mencapai semua dasar utama yang dicita-citakan Ki hadjar Dewantara, yaitu kemerdekaan setiap murid mampu mengatur dirinya sendiri agar murid-murid berperasaan, berpikiran, dan bekerja merdeka dalam ketertiban Bersama, demi mewujudkan cita-cita pendidikan nasional. Pendidikan Nasional yang berdasarkan pada garis-garis kebudayaan bangsanya untuk perikehidupan. Mengangkat derajat rakyat dan negerinya serta setara bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia di dunia. Maka, pendidikan yang memerdekakan muridlah yang dapat menjadi pegangan kita. Sebagai pendidik untuk dapat mewujudkannya.

Ibu dan bapak guru, hanya mengandalkan naluri mendidik perlu dilengkapi dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zaman. “Tuntunan”yang baik kepada murid didasarkan dari panduan (teori atau pengetahuan) tentang “tuntunan”terbaik. Sehingga pendidik apat memberikan hak dan kesempatan belajar sesuai keinginan dan bakat murid. Agar sebagai pendidik, kita dapat memberikan daya upaya terbaik dalam mendidik murid. Kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung dukungan dari rakyat atau masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dalam diri murid-murid kita.

Mari kita renungkan Bersama. Apakah kita sudah mempratikkan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional? Langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama mewujudkannya? Salam dan Bahagia, Ibu dan bapak Guru, hebat!

 

Mari kita bersama….

“Menjaga dan menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dalam diri murid-murid kita”.

Sumber: Youtube- Microlearning Guru Belajar-Kemdikbud Channel

Comments

Popular posts from this blog

"Exploring Elemental Excellence: Grouping and Mastering Main Group Elements in Class X"

SALAM KENAL

MENJADI MANUSIA (SECARA) UTUH